quranreview

Mencari – Refleksi Surah An Nas Bagian Kedua

Mencari – Refleksi Surah An Nas Bagian Kedua

Jadi, kenapa urutannya Rabb dulu, lalu Malik, kemudian Illah? Karena dalam memahami diri kita sebagai manusia, bisa kita mulai dari memahami bahwa Allah sebagai pemilik (owner) kita, kemudian Allah yang berkuasa (king) yang memberi petunjuk untuk kita, dan yang terakhir adalah karena Allah adalah Tuhan (god) kita.

Seperti saat tv kita rusak, kita sebagai pemilik (owner) pasti memiliki hasrat untuk memperbaiki tv kepada service center (king). kalau emang udah nggak bisa, barulah kita berpasrah pada Allah (god).

Dari sini kita bisa belajar, bahwa dari kebutuhan atau problem kecil sampai yang besar pun, Allah bisa take care semua.

Sebelum lanjut ke Surah An-Nas, kita mulai dari QS. Al-A’raf ayat 172

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?

Di ayat itu, ada pertanyaan “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Pertanyaan yang mengingatkan kita kalau sebelum penciptaan manusia, seluruh ruh manusia dikumpulkan. Saat itu juga Allah membaiat dengan pertanyaan itu.

Tanpa ragu dan berpikir panjang, manusia menjawab “Iya”

Namun, ketika kita lahir di dunia, memori itu dihilangkan. Kita nggak inget sama sekali tentang peristiwa dan percakapan itu.

And then, Al-Qur’an dengan sangat epiknya mengingatkan tentang kejadian itu melalui ayat ini. MasyaAllah.

 

So, kalau diringkas jadinya gini.

Pertama, kita udah pernah ketemu dan ngobrol sama Allah. Terus, kita nggak sadar, kalau ada bagian dari diri kita yang masih inget mengenai moment itu. Bagian itu masih tertanam banget di alam bawah sadar kita. Kalian tau apakah bagian itu?

Bagian itu adalah Ruh. Yap, ruh kita itu masih ingat banget, masih membekas masa-masa indah saat ketemu Allah. Tapi sayangnya otak kita gak inget sama sekali, seakan lumpuh ingatannya. Jadi gak heran kalau kadang-kadang ruh kita tuh kangen sama moment itu.

Nah, ketika sekarang manusia di dunia, moment kangen itu wujudnya adalah manusia yang selalu mencari-cari sesuatu dan nggak pernah puas sama suatu hal. Kalau misalkan udah achieve sesuatu, pasti pengen achieve yang lebih tinggi lagi. 

Pengen ini dan itu terus tanpa ada puasnya. Selalu pengen upgrade, pengen improve. Dan itulah manusia. Yang menjadikan diri kita sebagai manusia yang sebenarnya adalah sifat untuk selalu ingin yang lebih lagi dan lagi.

Kalau misalnya dibandingkan dengan hewan. Kambing itu dari dulu selalu makan rumput, gak ada keinginan untuk minta mayonaise/saos dan lain-lain. Lebah juga gitu, bentuk sarangnya bulet, gak ada kemauan untuk improve jadi bentuk yang lain. Segitiga atau kotak misalnya.

Nah, manusia itu berbeda, selalu menginginkan hal yang lebih. Di alam bawah sadarnya tuh udah tertanam untuk mencari kesempurnaan. Jadi, secara tidak sadar sebenarnya manusia itu terus menerus mencari hal yang paling sempurna, mencari hal yang paling tinggi. 

Kadang-kadang mikir, sebenarnya apa sih yang dicari manusia itu? Uang yang banyak, jabatan yang tinggi, pasangan yang cantik/ganteng, kebahagiaan, atau apalah itu lain-lain deh. Kalau carinya itu, maka nggak akan ada habisnya. Karena tiap dari mereka pasti akan selalu ada cacatnya, akan selalu ada kurangnya.

Jadi, sebenarnya manusia itu mencari Yang Maha Sempurna. Fitrahnya manusia itu secara tidak sadar ada sebuah algoritma yang sedang mencari Tuhannya dalam hidup ini. Ada hasrat untuk mencari yang sempurna, mencari yang lebih tinggi.Itu adalah wujud dari ruh kita yang ingin kembali dan mencari Allah, karena sebelumnya udah pernah ketemu. Manusia sebenernya rindu banget sama Rabb, Malik, dan Illah-nya.

 

Yuk… Bahas An-Nas lagi

Dari moment di atas, mari kita maknai lagi 3 asma Allah di Surah An-Nas. Jamaah mondate-iyah, masih inget arti dari Rabb, Malik, dan Illah kan? Yuk, kita inget-inget lagi.

رَبِّ (Rabb) = Owner, pemilik yang merawat, melindungi, menjaga, memberi rizki
مَلِكِ (Malik) = King, raja yang memberi aturan
إِلَٰهِ (Illah) = God, tuhan, sesembahan, sesuatu untuk diibadahi

Kata owner dan king biasanya hanya ada di lingkup hewan dan tumbuhan aja. Mereka hanya butuh dua itu aja. Butuh untuk dirawat, diberi makan dan minum, serta dijaga dengan aturannya tertentu.

Tapi kalau manusia, dia selalu butuh Tuhan, butuh Illah. Nah,

kalau manusia nggak butuh Tuhan, berarti sama seperti???

(thariq, di sini bisa kasih clue gambar hewan dan tumbuhan, tapi biar pembaca yang jawab sendiri hehe)

Manusia itu butuh Tuhan, sesembahan, sesuatu yang diibadahi. Maka dari itu, manusia disebut sebagai manusia karena kita punya Tuhan, punya Illah.

Jadi, surah An-Nas adalah surah yang membahas tentang manusia. Surah yang ayat 1-3 nya memberikan identitas kita sebagai manusia. Ketiga asma tersebut juga menandakan hubungan manusia dengan Allah.

Ibaratnya gini, seorang mas X menikahi teman kuliahnya mbak Y. Maka peran mbak Y di mata mas X adalah 1) sebagai teman kuliah, 2) istri, dan 3) ibu dari anak-anaknya.

Dan Allah di mata manusia juga gitu, sebagai 1) Pemilik dan Pencipta yang merawat serta memberi rizki, 2) Penguasa yang memberi petunjuk untuk hidup, 3) Tuhan yang memang layak untuk disembah.Seperti halnya film Minion di tahun 2015,

seberapa nikmat kehidupan kita di dunia, bisa tiba-tiba jadi hampa kalau nggak ada Tuhan.

 

Lantas…..

Coba hitung, berapa manusia di dunia ini yang statusnya sebagai Owner? Pastinya banyak. Setiap manusia pasti memiliki sesuatu.

Lalu berapa manusia di dunia ini yang statusnya sebagai King? Tentu lebih sedikit daripada owner. Hanya orang-orang yang berperan sebagai pemimpin negara aja yang mampu berkuasa dan memiliki aturan tertentu.

Tapi, berapa di dunia ini yang statusnya sebagai Rabb? Hanya satu. Yaitu Allah.Dari sini, notice nggak dari kata Rabb, Malik, dan Illah? Ketiganya itu kayak piramida terbalik.

Ini menandakan bahwa urutan dalam Al-Quran pasti mempunyai maksud tertentu.

Dan, salah satu kesuksesan terbesar iblis yaitu ketika ada yang lebih durhaka daripada iblis, ada yang lebih jahat dan buruk daripada iblis.

Sejahat-jahatnya iblis, dia nggak pernah mengakui bahwa dirinya adalah tuhan.

Dan yang satu ini, dia bahkan mengakui dirinya Rabb, Malik, dan Illah

فَقَالَ أَنَا۠ رَبُّكُمُ ٱلْأَعْلَىٰ

(Seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (An-Nazi’at: 24)

 

وَنَادَىٰ فِرْعَوْنُ فِى قَوْمِهِۦ قَالَ يَـٰقَوْمِ أَلَيْسَ لِى مُلْكُ مِصْرَ وَهَـٰذِهِ ٱلْأَنْهَـٰرُ تَجْرِى مِن تَحْتِىٓ ۖ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

Dan Firaun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, “Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; apakah kamu tidak melihat? (Az-Zukhruf: 51)

 

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُم مِّنْ إِلَـٰهٍ غَيْرِى فَأَوْقِدْ لِى يَـٰهَـٰمَـٰنُ عَلَى ٱلطِّينِ فَٱجْعَل لِّى صَرْحًا لَّعَلِّىٓ أَطَّلِعُ إِلَىٰٓ إِلَـٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّى لَأَظُنُّهُۥ مِنَ ٱلْكَـٰذِبِينَ

Dan Firaun berseru kepada kaumnya (seraya) berkata, “Wahai kaumku! Bukankah kerajaan Mesir itu milikku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku; apakah kamu tidak melihat? (Al-Qasas: 38)

 

Dan dia adalah Firaun, satu-satunya manusia yang mengaku sebagai rabb, malik, dan illah. Inilah kebalikan dari surah An-Nas. Iblis berhasil banget memberikan ‘was-was’ kepada Firaun. Tapi itu dulu, kalau sekarang, apakah masih ada yang sifatnya seperti Firaun? Mungkin namanya “Firaun versi 5.0” ??

 

أَفَرَءَيْتَ مَنِ ٱتَّخَذَ إِلَـٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍۢ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِۦ وَقَلْبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَـٰوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِنۢ بَعْدِ ٱللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya, dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? Maka siapakah yang mampu memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat)? Mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Al-Jasiyah: 23)

 

Ternyata secara tidak langsung manusia menuhankan hawa nafsunya, mengambil tuhan selain Allah. Maka siapapun yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan, selalu dituruti, selalu diikuti, maka ia juga bisa dikatakan sebagai Firaun versi mini.

Kembali lagi, gimana caranya biar kita terlindung dari kejahatan seperti yang dilakukan Firaun maupun bisikan dari setan? Salah satunya dengan membaca Surah An-Nas ini.

 

Artikel Lainnya