Alkisah, seorang wanita dari negeri non-Indonesia yang membagikan kisahnya pada kami, sebut saja dia Melati. Dia merupakan wanita Islam yang cerdas, baik hati, humble, peka, suka bantu orang dan suka belajar. Dia bahkan punya rasa penasaran yang tinggi terhadap ilmu agama. Kalau dia ga tau tentang suatu hal pasti dia nanya dan cari tau ke guru.
Tapi karena dia nggak berhijab, orang-orang sering mempertanyakan statusnya sebagai perempuan muslim.
“Kenapa sih kamu gak berhijab? Kamu kan Islam?“
Mungkin, nggak cuma sekali dua kali, pertanyaan ini terlontar dari mulut orang-orang yang ada di sekitarnya. Bukan cuma temannya yang non-muslim, temannya yang muslim pun sering bertanya dengan pertanyaan yang kurang lebih sama.
“Kapan kamu mau hijaban? Udah umur segini loh! Emang kamu tega mengalirkan dosa ke ayahmu karena kamu nggak berhijab. Ayahmu yang kena dosanya juga. Kasian loh! Masa kamu hijabannya pas udah punya suami. Padahal, ayahmu duluan yang sayang kamu dari kamu lahir.“
Kata-kata itu mungkin terdengar halus bagi yang menyampaikan, tapi belum tentu bagi yang mendengarkannya. Bahkan, kata-kata itu bisa menguburkan inisiatif dalam dirinya untuk berhijab. Tanpa disadari, kita telah membelokkan niat baik dari seseorang. Astaghfirullah.
Misal aja nih, pas kita lagi di rumah. Mood kita lagi baik buat bantuin pekerjaan ibu. Eh..tiba-tiba ibu datang dan mengomentari kerjaan kita dengan kata-kata yang gak enak didengar.
“Kamu ini nyapunya kurang bersih. Ini lho yang disini belum di sapu. Kamu itu gimana sih?”
Akhirnya apa?
“Yaudah deh bu, udahan aja aku ngerjainnya.”
Yap, temen-temen.
Setiap manusia itu fitrahnya Allah kasih hati yang sangat lembut. Apalagi bagi perempuan. Pastinya punya hati yang sangat sensitif dan punya kecondongan terhadap perasaannya. Begitu pun dengan perempuan yang masih belum berhijab.
Barangkali ia memang belum berhijab untuk saat ini. Tapi, kita nggak tau 1 atau 2 tahun lagi kan? Barangkali 1 atau 2 tahun lagi dia pakai hijab, bahkan ilmu agamanya lebih dari kita?
Allah kasih tugas kepada para Nabi-nya hanya untuk menyebarkan risalah Islam. Menyampaikan dengan baik dan penuh kasih sayang. Allah tidak pernah mengutus Nabi untuk merubah kaumnya.
لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ
“Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. … ” (QS. Al-Baqarah: 272).
Yuk, teman-teman. Luruskan kembali niat kita berdakwah. Kita tiru idola kita, Nabi Muhammad SAW.
Nabi kalau ngajak orang berbuat baik nggak suka menjudge orang lain. Oh berarti, kita harus seperti itu.
Oh, Nabi kalau ngajak orang selalu dengan lemah lembut. Oh, berarti kita harus seperti itu.
Allah sangat tau proses menuju baik setiap hambanya. Allah bukan pengen kita menjadi hamba yang paling baik, tapi Allah pengen kita menjadi terus menerus baik setiap waktunya.
Allah memerintahkan kita untuk berkata dengan perkataan yang baik. Bukan perkataan yang menghakimi atau perkataan yang menyakiti. Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 83, Allah SWT menyeru kepada hambanya.
… وَ قُوْلُوْا لِلنَّاسِ حُسْنًا …
“… dan berkatalah kalian semua kepada manusia dengan perkataan yang baik…”
Tau nggak?
Perkataan baik itu ibarat pohon yang baik. Pohon yang baik itu bisa menghasilkan buah banyak, daunnya rimbun, batangnya subur, sehingga bermanfaat bagi yang memilikinya.
Ini sama seperti halnya lidah (lisan). Jika ia terbiasa dengan perkataan yang baik, lemah lembut, tidak mengucapkan hal-hal yang tidak perlu. Maka lisan ini akan menghasilkan buah bernama akhlak.
Kalau muslimah udah mempunyai akhlak yang baik, pastinya ia bakalan bermanfaat bagi sekelilingnya. Ia jadi lebih mendekatkan pada Allah, nyaman dijadikan teman curhat, dan pastinya membawa sekelilingnya menjadi lebih baik.
So, berkata baik dampak dan manfaatnya pasti kembali lagi ke kita. Lebih baik berkata baik atau sebaiknya diam. Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim menjelaskan.
عَن أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (مَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرَاً أَو لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، ومَنْ كَانَ يُؤمِنُ بِاللهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ) رواه البخاري ومسلم.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya berkata yang baik atau diam, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka muliakanlah tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka muliakanlah tamunya.”
Lanjutin cerita mbak Melati ya. Jadi, setelah tanya ke yang bersangkutan, ternyata dia sempat pakai hijab waktu di sekolah tapi masih buka lepas, buka lepas. Karena mungkin ada hal lainnya, dia keterusan untuk lepas hijab.
Singkat cerita, setelah dia udah 2 tahun tinggal di negeri yang minoritas Islam. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali menutup aurat yang pernah dibukanya. MasyaAllah. Tidak mudah memang menjadi berbeda, apalagi memakai hijab yang minoritas Islam.
Allah beri dia hidayah di tengah-tengah manusia yang non-muslim. Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memberikannya sesat kepada siapa yang Dia kehendaki. Sebab Allah Maha Luas Karunianya.
Allah menerangkan di surah Al-An’am ayat 125.
فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ كَذٰلِكَ يَجْعَلُ اللّٰهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Yuk sama-sama jaga lisan kita. Jaga setiap perkataan yang ingin diucapkan. Berpikir terlebih dahulu sebelum memberikan nasihat. Dan kita mulai belajar memberikan nasihat tidak di depan umum, biar nggak membuat dia merasa dihakimi.
Bismillah. Kita saling menggandeng dan mengajak satu sama lain ke tempat yang Allah sukai agar Allah menitipkan kita hidayah yang terus menerus. Semoga Allah selalu lapangkan hati kita untuk berkata yang baik dan terus memperbaiki diri. Barakallahu fiikum.
Merayumu – Refleksi Surah…
Lanjut BacaMencari – Refleksi Surah…
Lanjut Baca